JAKARTA -Riset
yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (IPW) menunjukkan nilai penjualan
perumahan secara nasional turun 0,9% pada triwulan II-2014 dibandingkan tiga
bulan sebelumnya (q-to-q). Pasar perumahan masih dibayangi tren perlambatan.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda dikutip dalam situs resminya, Minggu (20/7/2014)
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda dikutip dalam situs resminya, Minggu (20/7/2014)
Menurut Ali penjualan di sejumlah pengembang sempat anjlok di akhir triwulan II-2014 khususnya untuk segmen bawah karena banyak masyarakat menunda pembelian rumah akibat tahun ajaran baru dan menjelang Lebaran.
Namun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh untuk masyarakat segmen menengah sampai atas. Hal yang bersifat khusus untuk segmen ini berkaitan dengan pemilihan presiden yang membuat banyak pihak menahan diri untuk membeli properti menengah atas.
Ali mengatakan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pasar akan mulai bergerak naik di triwulan III-2014 dengan asumsi kondisi politik yang relatif kondusif. Meskipun demikian tren pertumbuhan yang ada masih dalam koridor tren perlambatan.
"Yang artinya belum menunjukkan tren percepatan yang signifikan," katanya.
Penurunan penjualan ini juga terjadi karena ada pergeseran segmen harga ke harga yang lebih rendah, sebagai strategi pengembang mengatasi mulai jenuhnya pasar perumahan segmen atas, akibat beberapa kebijakan mengerem laju properti segmen atas seperti ketentuan uang muka 30%, kenaikan bunga KPR, dan lainnya.
"Harga rata-rata segmen atas mulai terjadi pergeseran
ke segmen yang lebih rendah menjadi Rp 1,1 miliar dari harga rata-rata pada
triwulan sebelumnya sebesar Rp 1,5 miliar," katanya.
Ali menjelaskan di segmen menengah bawah, banyak pengembang yang mulai beralih dari segmen bawah ke segmen lebih atas yang diperkirakan terkait minat pengembang swasta yang menurun untuk membangun rumah murah menyusul kebijakan perumahan yang tidak berpihak.
Rencana penghapusan subsidi Rumah Sederhana Tapak (RST) merupakan salah satu faktor yang membuat pengembang enggan membuat rumah murah disamping nilai profitnya yang juga rendah. Penghapusan PPN yang diberlakukan ternyata menjadi tidak sinkron dengan kebijakan penghapusan subsidi yang ada.
"Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar lembaga yang menyebabkan kebijakan yang diambil menjadi kontraproduktif," katanya.
Pasar mulai bergeser ke masyarakat menengah di tengah naiknya golongan masyarakat menengah perkotaan saat ini. Dikatakan Ali, komposisi penjualan menengah atas turun dan bergeser ke segmen menengah dengan kisaran harga Rp 300 juta sampai Rp 800 jutaan.(DTF)
Ali menjelaskan di segmen menengah bawah, banyak pengembang yang mulai beralih dari segmen bawah ke segmen lebih atas yang diperkirakan terkait minat pengembang swasta yang menurun untuk membangun rumah murah menyusul kebijakan perumahan yang tidak berpihak.
Rencana penghapusan subsidi Rumah Sederhana Tapak (RST) merupakan salah satu faktor yang membuat pengembang enggan membuat rumah murah disamping nilai profitnya yang juga rendah. Penghapusan PPN yang diberlakukan ternyata menjadi tidak sinkron dengan kebijakan penghapusan subsidi yang ada.
"Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar lembaga yang menyebabkan kebijakan yang diambil menjadi kontraproduktif," katanya.
Pasar mulai bergeser ke masyarakat menengah di tengah naiknya golongan masyarakat menengah perkotaan saat ini. Dikatakan Ali, komposisi penjualan menengah atas turun dan bergeser ke segmen menengah dengan kisaran harga Rp 300 juta sampai Rp 800 jutaan.(DTF)