JAKARTA -
Rencana enam hari belajar dan penambahan jam belajar di Ibu Kota membuat banyak
siswa resah. Bahkan, Nadia, salah satu siswa di Jakarta, curhat langsung ke
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh.
Dalam curhatnya melalui saluran pesan singkat langsung ke sang menteri, Nadia mengeluh, beban belajarnya sudah banyak. Jadi, sebaiknya tidak ada penambahan jam belajar.
"Dalam pesan tersebut, Nadia menyampaikan bahwa dia pulang sekolah sekira pukul 16.00 WIB dan masih harus mengikuti les. Dia mengaku lelah dan membutuhkan waktu istirahat serta secara personal meminta saya untuk membatalkan penambahan jam belajar, agar tidak makin membebani dirinya," papar M. Nuh di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Dalam curhatnya melalui saluran pesan singkat langsung ke sang menteri, Nadia mengeluh, beban belajarnya sudah banyak. Jadi, sebaiknya tidak ada penambahan jam belajar.
"Dalam pesan tersebut, Nadia menyampaikan bahwa dia pulang sekolah sekira pukul 16.00 WIB dan masih harus mengikuti les. Dia mengaku lelah dan membutuhkan waktu istirahat serta secara personal meminta saya untuk membatalkan penambahan jam belajar, agar tidak makin membebani dirinya," papar M. Nuh di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Merespons pesan tersebut, Nuh pun bertanya jam berapa si pengirim pesan biasanya dia pulang sekolah. Jawaban Nadia, dia biasa pulang pukul 14.15 WIB. Lalu dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) dan tambahan belajar hingga sore hari.
"Alasan pulang malam karena penambahan jam Kurikulum 2013 ini sepertinya tak mungkin terjadi. Siswa justru pulang malam karena mengikuti banyak kegiatan seperti les dan ekskul. Akan lebih bijak jika siswa mengatur waktu ekskulnya sehingga tidak membuat mereka pulang semakin sore," ucap mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.
Menurut Nuh, penambahan jam pelajaran merupakan strategi
peningkatan kinerja pendidikan dan efektivitas pembelajaran. Sebenarnya, jam
belajar di Indonesia justru masih kurang jika dibandingkan dengan negara lain.
"Angka jam pelajaran Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara maju, seperti Jepang, Australia, Italia dan Belanda," ujar M. Nuh.
Penambahan jam belajar, kata dia, juga memperhitungkan keadaan sosial dan keluarga para siswa. Menurutnya, orangtua tidak lagi ada di rumah seperti dulu karena sama-sama bekerja. Bahkan keadaan sosial pun tidak kondusif dan cenderung kurang baik. Oleh sebab itu, Nuh menilai, penambahan jam ini harus diterima secara positif.
"Jika anak-anak di sekolah lebih lama justru akan lebih baik. Mungkin jam les dan ekskul bisa dikaji lagi. Selain itu, manajemen waktu yang lebih baik dari rumah dan sekolah juga diperlukan," ungkap mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) itu.(KOM)
"Angka jam pelajaran Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara maju, seperti Jepang, Australia, Italia dan Belanda," ujar M. Nuh.
Penambahan jam belajar, kata dia, juga memperhitungkan keadaan sosial dan keluarga para siswa. Menurutnya, orangtua tidak lagi ada di rumah seperti dulu karena sama-sama bekerja. Bahkan keadaan sosial pun tidak kondusif dan cenderung kurang baik. Oleh sebab itu, Nuh menilai, penambahan jam ini harus diterima secara positif.
"Jika anak-anak di sekolah lebih lama justru akan lebih baik. Mungkin jam les dan ekskul bisa dikaji lagi. Selain itu, manajemen waktu yang lebih baik dari rumah dan sekolah juga diperlukan," ungkap mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) itu.(KOM)